Cerita Cinta Sedih
Judul: Janji Terakhir
Karya: Efih Sudini Afrilya
Pagi
ini dia datang menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku.
Aku benar-benar tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu
hangat, penuh harap dan selalu membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar,
aku sangat mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia., meski dia
sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu, akupun
kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan perkataan orang lain
tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Elga, meskipun dia sering
menghianati cintaku.
“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”
Aku
tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras
menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku
erat.
“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin
kamu lagi. Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis
lagi!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.
Malam
ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja
mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik mungkin.
Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga
bawah.
“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”
“Makasih. Kita jadi dinner kan?”
“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”
Dengan
penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar
menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku
bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua
kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.
Kami berhenti disebuah
Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Elga benar-benar
mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Elga, dia
tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.
“Kenapa El? Mienya gak enak?”
“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”
“Enggak.
Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu
kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”
Aku yakin,
Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Elga mulai
menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang
teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga
bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan
kami selama ini. Elga sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali
Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu
memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka
benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Elga. Meskipun kini
mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.
Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”
“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”
“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”
Saat
di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan
kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat
ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik
tanganku.
“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”
Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.
“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”
“Jelas
capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich
dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang
sama kamu? Ups, keceplosan.”
“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”
Flora
bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku,
itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah
berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga dan
takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu
terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku
benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.
Meskipun tidak ada
jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas
kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun
pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga bersama seorang
wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia
membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa
memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu,
sangat jelas, dia sahabatku, Flora….
Sungguh, aku benar-benar
tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, apa Elga akan jujur padaku
atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Elga.
“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”
“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana El?”
“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”
“Aku
liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! Kali
ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora
El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita
Putus El!”
“Nilam, ini gak…….”
Kubuang ponselku, kulaju
mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku
sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Elga tidak mencintaiku,
dia berselingkuh dengan sahabatku.
Beberapa hari setelah
kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di
kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka
memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Elga,
meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga datang ke rumah dan
meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di depan gerbang
rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan
Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Elga yang
tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.
Hari ini
kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Elga.
Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.
“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!
“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”
“Tapi Nilam…..”
Aku
berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus
bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi
aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan
raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………
“Elgaaaa…..”
Elga
tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah
yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar
dari kepala Elga.
“Elga, maafin aku!”
“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”
“Elgaaaaaa……”
Elga
meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Elga
semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini,
kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin
bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku,
disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia
mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan
semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras,
ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya
ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam
kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis,
menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Satu
minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua
kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah terulang lagi.
Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.
“Nilam
sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun terus
dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin kamu
bisa!”
“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”
Kubuka
bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah,
mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak
merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka
amplop itu.
Dear Nilam,
Nilam sayang, maafin aku, aku
janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang
udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat
aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin
aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku.
Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Love You
Elga
Air
mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin
pemberian Elga, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.
“Bu, aku udah nikah sama Elga!”
“Nilam, kenapa sayang?”
“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Elga dijari manisku.
“Nilam, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Elga Bu!” kulepas cincin pemberian Elga dan memberikannya pada Ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Elga Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.
*****